BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia
pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah
konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran
membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba
memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab
sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung
kepada benda-benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa
sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang
pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat
memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk
meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi
itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam
mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, pemakalah tertarik
melakukan penelitian konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori
belajar konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam
mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang
dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan
dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari
lingkungan kehidupannya sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
antara lain sebagai berikut :
1. Apakah Pengertian teori belajar konstruktivisme?
2. Bagaimana penerapan model
pembelajaran konstruktivis?
3. Mengapa memilih materi luas segitiga
pada pembelajaran konstruktivisme?
4. Apa kelebihan dan kekurangan metode
konstruktivisme?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui model pembelajaran konstruktivisme.
2. Untuk
mengetahui penerapan model pembelajaran konstruktivis
3. Untuk
mengetahui alasan memilih model pembelajaran konstruktivisme dalam materi luas
segitiga.
4. Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Model Pembelajaran
Kontruktivis
Konstruktivisme
dalam arti dasar adalah membangun. Dimana yang dibangun adalah konsep/materi
yang akan dipelajari, yang mana konsep tesebut dibangun oleh guru dan siswa
dalam proses belajar mengajar. Model
pembelajaran kostruktivisme di sini berarti suatu cara dimana individu atau
anak didik tidak sekedar mengimitasi dan membentuk bayangan dari apa yang
diamati atau yang diajarkan guru, tetapi secara aktif individu atau anak didik
itu menyeleksi, menyaring, memberi arti dan menguji kebenaran atas informasi
yang diterimanya.
Dalam
model ini, peserta didik dianjurkan untuk bertukar fikiran melalui tahap
pencetusan ide. tahap ini juga dapat merangsang peserta didik meninjau semula
ide asal mereka. Dalam tahap penstrukturan semula ide, guru dianjurkan
merancang aktivitas yang sesuai untuk membantu peserta didik mengubah idea asal
mereka. Peserta didik diberi peluang untuk mengguknakan idea asal mereka
sendiri dan juga idea rakan-rakan mereka. Ide baru yang dikeluarkan oleh
peserta didiksendiri biasanya lebih mudah diterima oleh mereka jika sekiranya
ide tersebut mudah difahami dan berguna. Dalam tahap penggunaan ide, peserta
didik boleh menggunakan ide baru mereka untuk menyelesaikan masalah dan
menerangkan fenomena yang berkaitan dengan ide-ide itu. tahap mengingat kembali
merupakan tahap terakhir. Dalam tahap ini peserta didik membandingkan ide asal
mereka dengan ide baru dan merenung kembali proses pembelajaran yang telah
mengakibatkan perubahan ke atas ide mereka. Fasa ini juga dapat
memperkembangkan kemahiran meta kognitif.
Model pembelajaran konstruktivistik adalah salah satu pandangan
dari proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran
(memperoleh pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik
kognitif dapat diselesaikan hanya melalui pengetahuan yang akan dibangun
sendiri oleh anak melalui pengalaman dari interaksi dengan lingkungan. Konflik
kognitif terjadi ketika interaksi antara konsepsi awal sudah memiliki siswa
dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga perubahan
yang diperlukan/modifikasi untuk mencapai keseimbangan struktur kognitif. Konstruktivisme
menyatakan bahwa pengetahuan dibuat atau terbangun di pikiran siswa sendiri
ketika ia mencoba untuk mengatur pengalaman barunya berdasarkan kerangka
kognitif yang ada dalam pikiran, sehingga pembelajaran matematika adalah proses
memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa itu sendiri
melalui pengalaman transformasi individu siswa. Selain itu, pentingnya
pemecahan masalah keterampilan, terutama ketika siswa bekerja atau belajar di
bahan lain, akan memerlukan perubahan dalam proses pembelajaran.
Tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1.
Adanya motivasi untuk siswa
bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.
Mengembangkan kemampuan
siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban Anda sendiri.
3.
Membantu siswa untuk mengembangkan
wawasan dan pemahaman konsep secara penuh.
4.
Mengembangkan kemampuan
siswa untuk menjadi pemikir yang independen.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana untuk
mempelajarinya
B. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip
Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkonstruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar
5. Menghadapi masalah yang relevan
dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk
menanggapi anggapan siswa.
Dari
semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi
harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
C.
Lima
Fasa Model Konstruktivisme
Fasa-fasa
pengajaran berasaskan model konstruktivisme menurut `Children's Learning
in Science Project' (Needham, 1987),
5-fasa adalah seperti berikut:
No
|
Fasa
|
Tujuan/Kegunaan
|
langkah
|
I
|
Orientasi
|
Menarik minat dan mengkondisikan suasana.
|
Awali penyelesaian masalah sebentar,
ditunjukkan cara oleh guru, tayangkan film, atau video.
|
II
|
Pencetusan Ide
|
Agar peserta didik dan guru sadar
tentang ide-ide terdahulu yang sudah ada
|
Guru
dianjurkan merancang aktivitas yang sesuai untuk membantu peserta didik
mengubah ide asal mereka.
|
III
|
Penstrukturan semula ide
i. Pernjelasan dan pertukaran ii. Pengungkapan kepada situasi konflik iii. Pembinaan ide baru
iv. Penilaian
|
Menimbulkan kesadaran tentang
ide-ide alternatif yang berbentuk saintifik.
Menyadari bahawa idea-idea yang ada perlu diubah sesuai fungsinya, dikembangkan atau diganti dengan idea yang lebih saintifik.
Mengenalkan idea-idea alternatif dan
memeriksa secara kritis ide-ide yang tersedia dengan sendiri
Menguji kebenaran ide-ide yang tersedia.
Mengubah, mengembangkan atau
bertukar ide
Menguji kebenaran ide-ide baru
yang muncul.
|
Perbincangan dalam kumpulan kecil dan buat laporan
Perbincangan, pembacaan, input
guru.
mengamati kerja peserta didik,
melakukan eksperimen.
|
IV
|
Penggunaan ide
|
Pengukuhan kepada ide yang telah
dikembangkan dalam situasi baru dan biasa.
|
Guru mengevaluasi hasil proyek
yang ditugaskan kepada peserta didik.
|
V
|
Mengingat kembali
|
Menyadari tentang perubahan idea
murid. Murid dapat membuat refleksi sejauh manakah ide asal mereka telah
berubah.
|
Mengambil kesimpulan, membuat catatan
peribadi dan lain-lain.
|
D. Proses Belajar Dalam Pandangan
Konstruktivisme.
Proses belajar
dari pandangan contructivistic dan dari aspek-aspek penelitian, peran guru,
sarana belajar, dan evaluasi pembelajaran (Budiningsih, 2008:58).
1. Proses pembelajaran konstuktivisme.
Konseptual proses belajar jika dilihat dari pendekatan kognitif,
bukan sebagai perolehan informasi yang masuk dalam satu arah dari luar ke dalam
pengalaman siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara besar
struktur kognitif. Lebih kedalam kegiatan belajar dalam hal proses
daripada dalam hal memperoleh pengetahuan tentang fakta-fakta yang penting.
2.
Peran siswa.
Menurut pandangan ini belajar merupakan proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan harus dilakukan oleh penelitian. Siswa harus
secara aktif melakukan kegiatan, berpikir aktif, penyusunan, dan memberi makna
pada hal-hal yang sedang dipelajari. Guru harus mengambil inisiatif untuk
mengatur lingkungan yang optimal yang memberikan kesempatan untuk penelitian.
Tetapi pada akhirnya yang paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar
adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.
Peran guru.
Dalam pendekatan ini peran guru atau pendidik membantu untuk
membuat proses membangun pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
mentransfer pengetahuan yang sudah memiliki, tetapi untuk membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri.
4.
Belajar alat.
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam belajar
siswa adalah aktivitas membangun pengetahuannya sendiri. Semuanya seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut.
5.
Evaluasi
Pandangan ini menunjukkan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi realitas, konstruksi pengetahuan, serta kegiatan lain yang didasarkan pada pengalaman.
Model pembelajaran konstruktivis biasanya paling tepat bila diterapkan pada pelajaran sains, salah satunya adalah matematika. Ambil contoh yang paling mudah, yaitu dengan adanya matematika dikenal sebagai teorema Pythagoras. Mungkin teorema Pythagoras tidak asing bagi kita, dan bahkan mungkin sudah sering menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di antara teorema ada banyak matematika, teorema ini merupakan salah satu teorema yang cukup terkenal. Bahan ini sudah dikenal sejak siswa SMP mereka sekolah tinggi bahkan mungkin SD. Dengan model pembelajaran konstruktivistik, siswa diharapkan dapat membangun pemahaman baru tentang pemahaman yang sebelumnya telah dimiliki. Misalnya, dengan mencari asal-usul formula ini didapat. Dalam pendekatan konstruktivis siswa juga dituntut mampu menciptakan sub-sub pertanyaan baru sebagai langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan subjek teorema Pythagoras, sehingga siswa tidak akan bingung dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Jika pendekatan konstruktivis dapat dikuasai studi luar negeri siswa hasil siswa dalam matematika dapat ditingkatkan.
Pandangan ini menunjukkan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi realitas, konstruksi pengetahuan, serta kegiatan lain yang didasarkan pada pengalaman.
Model pembelajaran konstruktivis biasanya paling tepat bila diterapkan pada pelajaran sains, salah satunya adalah matematika. Ambil contoh yang paling mudah, yaitu dengan adanya matematika dikenal sebagai teorema Pythagoras. Mungkin teorema Pythagoras tidak asing bagi kita, dan bahkan mungkin sudah sering menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di antara teorema ada banyak matematika, teorema ini merupakan salah satu teorema yang cukup terkenal. Bahan ini sudah dikenal sejak siswa SMP mereka sekolah tinggi bahkan mungkin SD. Dengan model pembelajaran konstruktivistik, siswa diharapkan dapat membangun pemahaman baru tentang pemahaman yang sebelumnya telah dimiliki. Misalnya, dengan mencari asal-usul formula ini didapat. Dalam pendekatan konstruktivis siswa juga dituntut mampu menciptakan sub-sub pertanyaan baru sebagai langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan subjek teorema Pythagoras, sehingga siswa tidak akan bingung dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Jika pendekatan konstruktivis dapat dikuasai studi luar negeri siswa hasil siswa dalam matematika dapat ditingkatkan.
E.
Kelebihan Metode
Konstruktivisme
1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa
siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
2. pembelajaran berdasarkan
konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa
memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan
gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3. pembelajaran
konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini
dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang
model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
4. pembelajaran berdasarkan
konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar
siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai
konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa
untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. pembelajaran
konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah
menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi
perubahan gagasan mereka.
6. pembelajaran
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu
jawaban yang benar.
F. Kekurangan Metode
Konstruktivisme
1. Siswa membangun pengetahuan mereka
sendiri, tidak jarang bahwa konstruksi siswa tidak cocok dengan pembangunan
ilmuwan yang menyebabkan kesalahpahaman.
2. Konstruktivisme pengetahuan kita
menanamkan bahwa siswa membangun sendiri, hal ini pasti memakan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda.
3.
Situasi
dan kondisi masing-masing sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki infrastruktur yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sejauh
yang kami ketahui, teori konstruktivisme menjelaskan bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan informasi ke dalam situasi lain dan
mendapatkan ke mereka sendiri. Dengan dasar pembelajaran harus dikemas ke dalam
proses membangun pengetahuan daripada menerima. Sehingga siswa harus aktif dan
kreatif dengan berbagai masalah yang ada saja, sedangkan guru hanya sebagai
panduan dan fasilitator saja
Tujuan dari
konstruktivis sebagai berikut:
1.
Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban Anda sendiri.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan
wawasan dan pemahaman konsep secara penuh.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk
menjadi pemikir yang independen.
5.
Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana untuk mempelajarinya.
Proses Belajar Dalam
Pandangan Konstruktivisme.
a. Proses pembelajaran konstuktivisme.
b.
Peran siswa.
c.
Peran guru.
d.
Belajar alat.
e.
Evaluasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar